Peribahasa yang
mengatakan bahwa “tak kenal maka tak sayang” benar begitulah adanya, untuk
menggapai “sayang” maka ada proses terlebih dahulu yaitu kita “kenal”. Secara
bahasa berhimpun, bisa diartikan sebagai, menjadi satu, kongkow bareng, gabungan, gugus, kelompok, kompilasi,
kumpulan. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menerima berbagai latar belakang dari
mahasiswa tersebut, apakah beraliran kejawen, dari kalangan Nadhliyin (NU),
Muhammadiyah, Persis, dan lain sebagainya, dengan kata lain mahasiswa yang
beragama islam. Berislamlah yang menjadikan kita sebagai saudara. Ketika banyak
perbedaan menjadi satu dalam naungan sebuah organisasi maka niscaya akan
terjadi pertukaran pikiran, gagasan sehingga semakin menambah semangat
mengarungi dunia pengetahuan.
Himpunan
mengajarkan nilai-nilai dasar yang sangat menghargai akan adanya perbedaan,
salah satunya independensi HMI. Ketika dalam suatu forum diskusi atau bahkan
formal HMI sangat menjunjung nilai dari independensi tersebut, bila diartikan
independensi adalah sikap memilih kebenaran dan memperjuangkannya. Dulu HMI
selalu dikaitkan sebagai “anak” dari sebuah partai islam terbesar yaitu
Masyumi. Padahal sejak awal berdiri HMI secara mandiri menyatakan sikap untuk
tidak menjadi sebuah “anak” dari partai, atau aliran keislaman manapun. Memang
sebagai upaya untuk tidak dijadikan alat politik, adanya HMI sebagai wadah
pembentukan karakter, dan mengenalkan nilai-nilai keislaman, keindonesian bagi
Mahasiswa. Bila dinda tidak percaya silahkan sambangi stand-stand HMI, bertanyalah
kepada Kanda-yunda (sebutan bagi kader senior) yang sedang asyik menjaga
stand. Insyaallah kita terbuka, tanpa harus menjatuhkan organisasi manapun.
Salah
satu perjuangan HMI terhadap ke-independensi-nya adalah saat mempertahankan Islam
sebagai asas berorganisasi. Penolakan pancasila yang sering disebut, bukanlah
penolakan atas pancasilanya. Melainkan tindakan sang penguasa yang ingin
menyatukan ideologi baik partai ataupun ormas secara represif, dengan tindakan
kekerasan, bila menolak menjadikan pancasila sebagai ideologi maka
pembubaranlah yang harus ditempuh. Padahal HMI sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai pancasila yang ada. Bahkan hal tersebut telah berhasil memecah HMI,
perpecahan HMI menjadi HMI Dipo dan HMI MPO menurut penulis dikarenakan pembacaan
hasil keputusan yang dilakukan diluar forum Kongres, yang dilakukan oleh ketua
PB (pengurus Besar) saat itu Kanda Hary Azhar Aziz. Pengalaman pahit yang sudah
terjadi ini pula tidak menjadikan HMI, baik Dipo atau MPO berhenti untuk
meregenerasi, mengajarkan nilai-nilai keislaman, keindonesian. Malah semakin
memperkaya khazanah pengetahuan, dengan corak dan kebudayaannya masing-masing.
Dinda,
sekali lagi untuk mencapai suatu tingkatan yang baru dalam suatu pemikiran maka
dinda harus membuka cara berpikir yang dinda biasa lakukan, misal sulit
menerima perbedaan, mau benar sendiri, dan menutup diri dari berbagai latar
belakang temanmu. Maka HMI membuka kesempatan kepada dinda untuk bersama
berproses dalam kawah candrimuka, menjadi insal ulil albab. Tiada gading yang
tak retak, begitulah kiranya HMI. Kesalahan bukan untuk disesali tapi
diperbaiki, dengan kesungguhan dan niat yang mulia. Bismillah, yakusa (yakin
usaha sampai). Wallahu a’alamu bisshawab.
Oleh : Hamdan Ns
*Ditulis sebagai upaya penyegaran
dalam cara menerima perbedaan, perbedaan adalah taman yang berwarna-warni yang
menampilkan keindahan. Menjabat sebagai Ketua Umum di HMI MPO Fakultas
Ushuluddin UIN-SUKA.
Komentar
Posting Komentar